Makalah Zina



1.    PENGERTIAN ZINA
 Dalam al-Mu’jamul Wasith hal 403 disebutkan, “Zina ialah seseorang bercampur dengan seorang wanita tanpa melalui akad yang sesuai dengan syar’i.”
اَلوَطْءُ فِيْ قُبًلٍ خَالٍ عَنْ مِلْكٍ وَشُبْهَةٍ
Artinya:
Memasukan penis/zakar ke dalam fagina/farji bukan miliknya (bukan Istrinya) dan tidak ada unsur subhat(keserupaan atau kekeliruan).
Zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian, yaitu pengertian zina yang bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang bersifat umum. Pengertian yang bersifat umum meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya.Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud.
hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100 kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)
Berikut beberapa pendapat mengenai Zina dari para imam:
a)      Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.
b)      Sedangkan As-syafi'iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.
c)      Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :1. Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh.
Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
Dilakukan dengan manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita. Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di negeri yang 'adil'atau 'darul-Islam'. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.
b.      Zina Dalam Pengertian Umum
Zina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. Tentu saja zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT. Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa' : 32)
2.    HUKUM ZINA
Zina adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar yang paling besar.
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “(Ya Rasulullah), dosa apa yang paling besar?” Jawab Beliau, “Yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “Kemudian apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “Lalu apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 114 No. 6811, Muslim I: 90 No. 86, ‘Aunul Ma’bud VI: 422 No. 2293 No. Tirmidzi V: 17 No. 3232).
Allah swt berfirman:
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqaan: 68-70).
Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi Nabi saw, Beliau saw bersabda: “Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang itu” Jawabnya, “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047).
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia mencuri, manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia meneguk arak ketikaia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia membunuh (orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.”
Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan:
Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ Jawab Ibnu Abbas: ‘Begini –ia mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi) kepadanya begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya (lagi) dan sebaliknya-.’” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7708, Fathul Bari XII: 114 no: 6809 dan Nasa’i VIII: 63).
3.  KLASIFIKASI ORANG BERZINA
Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan (Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri atau bersuami).
Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati.
Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallaf ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi hukuman. Berdasarkan hadist “RUFI’AL QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari tiga golongan)”.
Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Aslam datang kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian Rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah orang yang sudah pernah nikah. (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3725, Tirmidzi II: 441 no: 1454 dan A’unul Ma’bud XII: 112 no: 4407).
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan cara yang haq dan Dia telah menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di antara ayat Qur’an yang diturunkan Allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “Wallahi, kami tidak menjumpai ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 144 no: 6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395, Tirmidzi II: 442 no: 1456).
4.  HUKUMAN BUDAK YANG BERZINA
Apabila yang berzina adalah budak laki-laki ataupun perempuan, maka tidak perlu dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak lima puluh kali deraan, sebagaimana yang ditegaskan firman Allah swt:
“Dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25)
Dari Abdullah bin Ayyasy al-Makhzumi, ia berkata, “Saya pernah diperintah Umar bin Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada sejumlah budak perempuan karena berzina, lima puluh kali, lima puluh kali cambukan.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 2345, Muwaththa‘ Malik hal 594 no: 1058 dan Baihaqi VIII: 242)
5.  ORANG YANG DIPAKSA BERZINA TIDAK BOLEH DIDERA
Dari Abu Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (Umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian Ali ra menyatakan, ‘Ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ Kemudian Umar melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2313 dan Baihaqi VIII: 236).
6.  HUKUMAN BIKR (PERAWAN ATAU PERJAKA) YANG BERZINA
Allah swt berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur: 2).
Dari Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi saw mnyuruh orang yang berzina yang belum pernah kawin didera seratus kali dan diasingkan selama setahun.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2347 dan Fathul Bari XII: 156 no: 6831)
Dari Ubadah bin Shamit ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku, ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk mereka; gadis (berzina) dengan jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan setahun, dan duda berzina dengan janda didera seratus kali didera dan dirajam.” (Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III: 1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan Ibnu Majah II: 852 no: 2550).
7.  DENGAN APA HUKUM HAD SAH DILAKSANAKAN?
Hukum had dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal: pertama, pengakuan dan kedua, disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III: 352).
Adapun pengakuan, didasarkan pada waktu Rasulullah saw yang pernah merajam Ma’iz dan perempuan al-Ghamidiyah yang keduanya mengaku telah berzina:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Tatkala Ma’iz bin Malik dibawa kepada Nabi saw, maka Beliau bertanya kepadanya, “Barangkali engkau hanya mencium(nya) atau meraba(nya) dengan tanganmu atau sekedar melihat(nya)?” Jawabnya, “Tidak, ya Rasulullah.” Tanya Beliau (lagi), “Apakah engkau telah melakukan sesuatu yang tidak layak diutarakan dengan terus terang?” Maka ketika itu, Beliau menyuruh merajamnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3724, Fathul Bari XII: 135 no: 6824 dan ‘Aunul Ma’bud XII: 109 no: 4404)
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa seorang perempuan dari daerah Ghamid dari suku al-Azd datang kepada Nabi saw lalu mengatakan, “Ya Rasulullah, sucikanlah diriku!” Maka sabda Beliau, “Celaka kamu. Kembalilah, lalu beristighfarlah dan bertaubatlah kepada-Nya!” Kemudian ia berkata (lagi), “Saya melihat engkau hendak menolakku, sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Malik.” Beliau bertanya kepadanya, “Apa itu?” Jawabnya, “Sesungguhnya  saya telah hamil karena berzina.” Tanya Beliau. “Kamu?” Jawabnya, “Ya.” Maka sabda Beliau kepadanya, “(Pulanglah) hingga engkau melahirkan (bayi) yang di perutmu.” Kemudian ada seseorang sahabat dari kawan Anshar yang mengurusnya hingga ia melahirkan bayinya, lalu ia data kepda Nabi saw dan menginformasikan kepada Beliau bahwa perempuan al-Ghamidiyah itu telah melahirkan. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, kami tidak akan segera merajamnya dan kami tidak akan biarkan anaknya yang masih kecil, tidak ada yang menyusuinya.” Kemudian ada seorang sahabat Anshar bangun lantas berkata, “Ya Nabiyullah, saya akan menanggung penyusuannya.” Kemudian Beliau pun merajamnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1039, Muslim III: 1321 no: 1695).
Jika yang bersangkutan ternyata meralat pengakuannya, maka tidak boleh dijatuhi hukuman. Hal ini merujuk pada hadist Nu’aim bin Huzzal:
Adalah Ma’iz bin Balik seorang anak yatim yang dulu berada di bawah asuhan ayahku (yaitu Huzzal), kemudian ia pernah berzina dengan seorang budak perempuan dari suatu kampung … sampai pada perkataannya “Kemudian Nabi Saw menyuruh agar Ma’iz dirajam. Lalu dikeluarkanlah Ma'iz ke Padang Pasir. Tatkala dirajam, ia merasakan sakitnya lemparan batu yang menimpa dirinya, kemudian bersedih hati, lalu ia melarikan diri dengan cepat, lantas bertemu dengan Abdullah bin Unais. Para sahabatnya tidak mampu (menahannya). Kemudian Abdullah bin Unais mencabut tulang betis unta, lalu dilemparkan kepadanya hingga ia meninggal dunia. Kemudian Abdullah bin Unais datang menemui Nabi saw lalu melaporkan kasus tersebut kepadanya, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak biarkan ia, barangkali ia bertaubat lalu Allah menerima taubatnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no. 3716, ‘Aunul Ma’bud XII: 99 no: 4396)
8.  HUKUM ORANG YANG MENGAKU PERNAH BERZINA DENGAN SI FULANAH
Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah berzina dengan fulanah, maka laki-laki yang mengaku tersebut harus dijatuhi hukuman. Kemudian jika si perempuan, rekan kencannya, mengaku juga, maka ia harus dijatuhi hukuman juga. Jika ternyata si perempuan tidak mau mengakui, maka ia (si perempuan) tidak boleh dijatuhi hukuman.
Dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid ra bahwa ada dua orang laki-laki yang saling bermusuhan datang kepada nabi saw lalu seorang di antara keduanya menyatakan, “Ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah!” Yang satunya lagi --yang paling mengerti di antara mereka berdua-- berkata, “Betul, ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah, dan izinkanlah saya untuk mengutarakan sesuatu kepadamu.” Jawab Beliau, "Silakan utarakan!" Ia melanjutkan pengutaraannya, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pekerja yang diberi upah oleh orang ini, lalu ia pun berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang menjelaskan kepadaku bahwa anaku harus dirajam. Oleh sebab itu, saya telah menebusnya dengan memberikan seratus ekor kambing dan seorang budak wanitaku. Kemudian saya pernah bertanya kepada orang-orang alim, lalu mereka menjelaskan kepadaku bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun lamanya. Sedangkan rajam hanya ditimpahkan kepada isteri ini.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya akan benar-benar memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah; adapun kambing dan budak perempuanmu itu maka dikembalikan (lagi) kepadamu.” Beliau pun mendera anaknya seratus kali dan mengasingkannya selama setahun. Dan Beliau juga menyuruh Unais al-Aslam agar menemui isteri orang pertama itu; jika ia mengaku telah berzina dengananak itu, maka harus dirajam. Ternyata ia mengaku, lalu dirajam oleh Beliau. (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 136 no: 6827-6828, Muslim III: 1324 no: 1697-1698, ‘Aunul Ma’bud XII: 128 no: 4421, Tirmidzi II: 443 no: 145, Ibnu Majah II: 852 no: 2549 dan Nasa’i VIII: 240).
9.  HUKUM HAD HARUS DILAKSANAKAN BILA SAKSINYA KUAT
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur: 4)
Apabila ada empat laki-laki muslim yang merdeka lagi adil menyaksikan dzakar (penis) si fulan masuk ke dalam farji (vagina) si fulanah seperti pengoles celak mata masuk ke dalam botol tempat celak, dan seperti timba masuk ke dalam sumur, maka kedua-duanya harus dijatuhi hukuman.
Manakalah tiga saja yang mengaku menyaksikan, sedang yang keempat justru mengundurkan diri dari kesaksian mereka, maka yang tiga orang itu harus didera dengan dera tuduhan sebagimana yang telah dipaparkan ayat empat An-Nuur itu, dan berdasarkan riwayat berikut:
Dari Qasamah bin Zuhair, ia bercerita: Tatkala antara Abu Bakrah dengan al-Mughirah ada permasalahan tuduhan zina yang dilaporkan kepada Umar ra maka kemudian Umar minta didatangkan saksi-saksinya, lalu Abu Bakrah, Syibl bin Ma’bad, dan Abu Abdillah Nafi’ memberikan kesaksiannya. Maka Umar ra pada waktu mereka bertiga usai memberikan kesaksiannya, berkata, "Permasalah Abu Bakrah ini membuat Umar berada dalam posisi yang sulit." Tatkala Ziyad datang, dia berkata, "(Hai Ziyad), jika engkau berani memberikan kesaksian, maka insya Allah tuduhan zina itu benar." Maka kata Ziyad, "Adapun perbuatan zina, maka aku tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk." Makakata Umar, “Allahu Akbar, hukumlah mereka.” Kemudian sejumlah sahabat mendera mereka bertiga. Kemudian Abu Bakrah seusai dicambuk oleh Umar menyatakan, “(Hai Umar), saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia (al-Mughirah) berzina.” Kemudian, segera Umar ra hendak menderanya lagi, namun dicegah oleh Ali ra seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau menderanya lagi, maka rajamlah rekanmu itu.” Maka Umar pun membatalkan niatnya dan tidak menderanya lagi.” (Sanadnya Shahih: Irwa-ul Ghalil VIII: 29 dan Baihaqi VIII: 334). 
10.  HUKUM ORANG BERZINA DENGAN MAHRAMNYA
Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus diserahkan kepada pemerintah.
Dari al-Bara’ ra, ia bertutur, “Saya pernah berjumpa dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(Wahai Pamanda), Paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘Saya diutus oleh Rasulullah saw menemui seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2351, Shahih Ibnu Majah no: 2111, 'Aunul Ma'bud XII: 147 no: 4433, Nasa’i VI: 110, namun dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah tanpa lafazh "menyita harta bendanya." Tirmidzi II: 407 no: 1373 dan Ibnu Majah II: 869 no: 2607).
11.  HUKUM ORANG YANG MENYETUBUHI BINATANG
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh (pula) binantang itu.” (Hasan Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1176, Tirmidzi III: 1479, 'Aunul Ma'bud XII: 157 no: 4440, Ibnu Majah II: 856 no: 2564)
12.  HUKUMAN ORANG YANG MELAKUKAN LIWATH, HOMOSEKSUAL
Apabila seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki yang lain, maka hukumannya adalah dibunuh, baik keduanya sudah pernah menikah taupun belum.
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah fa’il (pelakunya) dan maf’ulbih (korbannya).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2075, Tirmidzi III: 8 no: 1481, ‘Aunul Ma’bud XII: 153 no: 4438, Ibnu Majah II: 856 no: 2561).

Cara Membuat Antena Parabola Sendiri




Antena parabola bisa dirakit sendiri, dengan bahan utamanya kayu atau logam, terserah pada Anda, tergantung biaya yang ada. Biayanya murah, dan hasilnya hebat. Lumayan untuk menangkap siaran luar negeri, dan stasiun televisi asing, sesuai selera. Mulai dari pagi hingga pagi berikutnya. Layaknya radio biasa, semua channel televisi Anda bekerja secara cepat. Rangkaian antena parabola ini memiliki diameter 3.5 meter.

Anda bisa menangkap siaran televisi Malaysia dan Singapura, dengan cara melacaknya, serta harus tepat betul. Pertama, kita coba ke Satelit Palapa, lalu arahkan, dan cari posisi satelit lainnya. Ini percobaan yang kedua. Bila garis tengah antena 1.4 meter, bisa menangkap siaran televisi Malaysia, RTM 1, dan TVRI Pusat Jakarta. Dengan diameter yang lebih besar lagi, maka daya tangkapnya pun akan lebih luas hingga bisa menangkap siaran TV dunia lainnya, selain RTM 1 Malaysia.

Perakitan antena ini sangat irit biayanya bila kita gunakan kayu sebagai rangkanya. Tentu saja, ada untung ruginya memakai kayu. Ruginya akan mudah rusak karena pengaruh cuaca. Dan lagi, kurang gagah apabila dibandingkan dengan bahan logam buatan pabrik. Walau kurang gagah, kalau membuatnya rapi, bisa nampak gagah, seperti produksi keluaran pabrik. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan antena parabola ini adalah:



- 13 lembah papan atau aluminium
- Dua lembar plat besi
- Sisa potongan papan atau aluminium dipakai untuk penyangganya
- Beberapa baut dan sekrup seperlunya, serta beberapa biji paku
- Sediakan baut sebanyak 65 butir
- Siapkan kawat kasa seperlunya, kawatnya dari aluminium


Dengan material seperti di atas, sudah cukup memuaskan menangkap siaran televisi tetangga, seperti yang disebutkan di muka. Ukuran-ukuran teknik, selain yang sudah dijelaskan, perlu Anda perhatikan pula bahwa antena ukuran 8 kaki mampu menangkap siaran televisi Malaysia dan Thailand, serta Singapura. Ukuran 12 kaki bisa menangkap siaran televisi Republik Rakyat Cina.

24 kaki mampu menerima siaran televisi dari seluruh dunia, melalui satelit Telstar milik Amerika Serikat, yang khusus untuk siaran komersial. Bahan untuk membuat antena parabola bisa memakai bahan platina atau emas, fiber glass, kayu, logam, aluminium. Walaupun demikian, fungsinya tetap sama, yaitu menangkap siaran televisi langsung dari satelit.


Untuk memiliki kemampuan menerima siaran dari satelit, perlu memakai antena parabola, karena jenis antena parabola ini memiliki daya kekuatan sebesar, penguatannya tinggi, sekitar 100.000 kali = gain 50 dB. Selain itu, dapat dipakai jenis antena lain, yaitu : Antena Pemantul Parabolik. Antena pemantul silinder, atau jenis antena torus parabolik, yaitu antena pemantul berbentuk silinder. Di Amerika Serikat, banyak dipergunakan orang dengan bahan kayu, bukan logam.


Sebab, orang Amerika Serikat memandang pembuatan antena parabola dari bahan logam mahal harganya. Lebih murah dari bahan kayu. Untuk mudahnya, Anda kami persilakan melihat pada gambar 1. Keterangan gambar 1:


1. Dudukan antenna
2. Pipa penahan dudukan LNA
3. Baut
4. Baut untuk penahan 2 plat
5. Plat bundar bagian atas
6. Plat bundar bagian bawah 7. Baut
8. Kawat kasa
9. Baut
10. Jari-jari
11. Sekrup


Dengan memperhatikan rangkaian dasar, Anda sudah mahir membuatnya sendiri, sebab gambar yang dicantumkan ini mudah sekali dimengerti dan dipahami. 


Data Pendukung

Antena parabola dengan garis tengah lain bisa dibuat juga, yaitu 1.8 meter dan 2.8 meter, atau 3.8 meter atau 4.8 meter, juga bisa 9 meter, atau lebih. Sebab, semakin besar garis tengahnya, akan semakin peka daya penangkapannya, terutama penerimaan gambar, bisa bekerja pada semua channel yang ada. Semakin besar garis tengah antena memberikan pengaruh pada daya kekuatan penerimaannya, sebab daya gain dalam perhitungan dB lebih kuat.


Memang, lebih sulit untuk memberikan data mana yang baik. Antara ukuran antena yang satu dengan yang lainnya. Pada prinsipnya, antena satu dengan yang lain jelas berbeda, dalam hal kualitas, di mana kualitas prima mampu memberi gain tinggi, biayanya cukup mahal. Dan sekaligus, memang sulit untuk menerangkan datanya dengan jelas, mana yang lebih baik, mana yang tidak. Yang dapat kita lakukan adalah dengan melihat datanya saja, dan melakukan uji coba pemeriksaan di segi perbandingannya. Untuk memperoleh hasil yang baik, sudah barang tentu percobaan berulang kali. 



Pada gambar 2 diperlihatkan posisi LNA. Alat itu harus dipasang dengan perhitungan yang tepat. Perhatikan jarak fokus, di mana jarak LNA diharuskan100% tepat, kalau tidak tepat, jangan berharap bisa memperoleh sinyal satelit sesuai kehendak kita. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan yang tepat. Apabila antena yang kita buat dengan diameter lebih besar, maka diperlukan adanya perhitungan yang memakai rumus :


D = Diameter atau garis tengah
d = Kedalaman lekuk antenanya
f = Titik fokus atau jarak fokusnya


Apabila kita membuat antena parabola dengan ukuran 8 kaki, ini sama dengan 224 centimeter diameternya. Maka, rumus patokan tersebut bisa dipakai. Lihat contoh untuk antena parabola ukuran 8 kaki: d = 33 cm, f = 97 cm. Angka tersebut bila hendak dibuat lain harus memperhatikan rumus yang ada. Sekarang, kita perhatikan dengan cermat kode huruf dimaksud uraian di atas dan contohnya.







Visit To

 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Go Blogger Indonesia

Go Blogger Indonesia
Go Blogger Indonesia

Popular Posts

 

http://www.jhoeydhyn.blogspot.com | |