Pendidikan Rakyat Alternatif
Berbasis komunitas
Harapan masyarakat desa yang kondisinya masih perlu peningkatan kesejahteraaan tentunya kedepan harus memiliki cita-cita agar sekolah dapat terjangkau, dekat, murah dan memenuhi kebutuhan lingkungannya. Harapan iu tentunya tidak begitu saja digan-tungkan kepada lembaga-lembaga formal pendidikan, namun harus mulai digagas oleh warga, konsep dasarnya adalah sekolah berbasis komunitas/desa (Community Based Schooling) dimana wargalah yang menentukan baik buruknya anak-anak desa kedepan. Pendidikan dikelola bersama dalam sebuah lembaga pendidikan, dimana antara warga desa, pemerintah desa, orang tua murid, guru, anak didik, secara rutin dan terus-menerus mengevaluasi, merencana-kan dan mengawasi secara bersam-sama. Inilah yang disebut dengan pendidikan alternatif yang digagas warga, dikelola bersama, dibesarkan bersama dengan tujuan meningkatkan mar-tabat warga desa itu sendiri.
Sekolahan alternatif ini mendasar-kan proses pemintaranya pada analisis kehi-dupan nyata, adanya kesatuan mengajar dan belajar, mengajar disertai belajar, guru dan siswa adalah tim dan masyarakat desa menjalin persahabatan dengan lembaga sekolahan ini. Kesatuan inilah yang akan membongkar citra bahwa sekolah itu dingin tak berjiwa, birokratis, penyeragaman, asing bagi kaum miskin di pedesaan, dan mem-bosankan bagi guru dan siswa. Tidak ada dikotomi miskin kaya, guru killer (menakutkan), murid nakal, mata pelajaran momok dan sebagainya. Konsep utamanya adalah kegembiraan untuk semua. Alternatif ?
Kejengahan (kejengkelan) terhadap sitem pendidikan yang tidak berpihak pada kaum miskin terutama warga desa menjadi inspirasi Qaryah Thayyibah untuk segera menggagas pendidikan yang dapat menunjang visi gerakannya yaitu “Mewujudkan masyarakat tani yang tangguh yang mampu mengelola dan mengontrol segala sumber daya yang tersedia beserta seluruh potensinya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan serta kesetaraan laki-laki dan perempuan”.
Visi jauh kedepan inilah yang kemudian dirumuskan dalam rangka mewujudkan masyarakat tani yang tangguh. Konsep pendidikan alternatif inilah yang diharapkan kedepan menjadi tumpuan bagi anak-anak petani untuk mempercepat proses terciptanya “Desa yang Indah”. Dikatakan alternatif karena selama ini sistem pendidikan kita masih membelenggu, dingin, birokratis, dan tidak berpihak (terutama kaum miskin dan warga desa). Maka sebagai konsep tanding dari sistem tersebut Qaryah Thayyibah menawarkan prinsip pendidikan alternatif sebagai berikut: Prinsip utama, pendidikan dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis,dan tidak kreatif, sedangkan semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa yang lebih tahu mengajari yang belum paham, hal ini kemudian akan didapat seorang guru ketika mengajar sebenarnya dia sedang belajar, terkadang belajar apa yang tidak diketahuinya dari murid. Prinsip kedua, keberpihakan, adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana akses keluarga miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengeta-huan. Prinsip ketiga, metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembi-raan murid dan guru dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila ruang sekat antara guru-murid tidak dibatasi, keduanya adalah tim, berproses secara partisipatif, guru sekedar fasilitator dalam meramu kurikulum. Prinsip keempat, Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola sekolah, guru, siswa,wali murid, masyara-kat dan lingkungannya dalam merancang bangun sistem pendidikan yang sesuai kebutuhan, hal ini akan membuang jauh citra sekolah yang dingin dan tidak berjiwa yang selalu dirancang oleh intelektual kota yang tidak membumi (tidak memahami masyarakat). Prinsip-prinsip inilah yang kemudian diturunkan dalam sebuah konsep pendidikan alternatif, bagaimana guru, pengelola, siswa, sarana penunjang dan lingkungannya saling berinteraksi:
GURU
1. Sebagai syarat utama pendidikan alternatif guru dan pengelola harus memiliki idealisme dan komitmen tinggi untuk selalu berpihak pada kemiskinan dan lingkungan. 2. Guru memahami metodologi pendidikan, punya kerangka berfikir yang terbuka. 3. Menguasai materi yang akan diajarkan, namun tetap menempatkan siswa sebagai tim yang secara bersama-sama berproses dalam belajar, 4. Memahami analisis sosial, sehingga kebutuhan siswa dan masyarakat dilingkungan desanya terpenuhi 5. Memposisikan diri mengajar disertai belajar. Sehingga secara terus menerus memperbaiki kekurangan-kekurangan.
SISWA
1. Pemahaman bukan hafalan, mengetahui tidak sama dengan menelan pengetahuan mentah-mentah 2. Kontekstual, sesuai kebutuhan, pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar aktif, dialami sendiri dalam kesehariannya 3. Muncul semangat kebersamaan diantara siswa, bagi yang nakal secara demokratis antar siswa sendiri yang memberikan hukuman, bukan guru. Bagi yang berprestasi secara bersama-sama disepa-kati diberi penghargaan, siapa yang tahu mengajari yang belum tahu, saling mengevaluasi antar siswa. 4. Kecerdasan siswa tidak hanya diukur dari nilai (kecerdasan intelektual), tetapi sejauh mana tingkat emosionalnya dan kecerdasan religinya. 5. Siswa selalu gembira sehingga akan muncul inovasi dan kretifitas karena proses belajar tidak penuh tekanan.
Sarana Penunjang
Sarana penunjang pendidikan alternatif tidaklah mengharapkan gedung yang hebat, pagar tembok tinggi, seragam mewah, namun bagaimana seorang siswa befikir global bertindak lokal. Diantara sarana yang harus ada dan diprioritaskan adalah: 1. IT (Informasi dan Tehnologi), lebih spesifik adalah internet, seorang siswa akan menjelajahi pengetahuan tidak hanya sebatas buku paket, tapi ia akan lebih banyak memahami dan mencari pengetahuannya secara terbuka dan bebas. Internet difamami sebagai perpusta-kaan 2. Pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar, siswa secara langsung bersen-tuhan dengan pertanian, home industri, konservasi alam, air, warung desa, dsb 3. Tokoh penggerak desa, ini menjadi penting karena ialah yang menjadi fasilitator sekaligus mediator bagi lembaga sekolah, masyarakat, pemerin-tah lokal, dan orang-orang yang terkait dengan sekolah, dapat dibayangkan jika ia dapat mendorong sebuah desa muncul perdes (peaturan desa) tentang pendidikan (sebagian pajak desa diberikan untuk sekolah tersebut)
Institusi Sekolah
Institusi sekolah dikelola dengan prinsip alam dan lingkungan sebagai laboratorium raksasa, arena hidup yang nyata, plural, terus berkembang dan berubah, prinsip inilah yang menjadi pegangan agar lembaga sekolah selalu dinamis dan progresif dalam perjalananya, tidak mandeg tetapi terus menyesuaikan perkembangan masyarakat.*** Model:
Telah dicoba satu model Pendidikan Rakyat Alternatif berbasis digital yang dikelola dengan manajemen yang effektif dan effisien di Kalibening Salatiga yang telah memasuki tahun II (telah menyelesaikan program pembelajaran satu tahun pertama). Kendati menghadapi tantangan dan hambatan yang cukup berarti terutama tidak adanya dukungan dari pemerintah yang memadai, percobaan ini telah mampu mewujudkan harapan-harapan sebagaimana isi deklarasi Jomtiem (Education For All) dan lebih cepat merespons era digital eranya para millennials.
Best regards
ChemLoen
Sumber http://www.kbqt.org/
Berbasis komunitas
Harapan masyarakat desa yang kondisinya masih perlu peningkatan kesejahteraaan tentunya kedepan harus memiliki cita-cita agar sekolah dapat terjangkau, dekat, murah dan memenuhi kebutuhan lingkungannya. Harapan iu tentunya tidak begitu saja digan-tungkan kepada lembaga-lembaga formal pendidikan, namun harus mulai digagas oleh warga, konsep dasarnya adalah sekolah berbasis komunitas/desa (Community Based Schooling) dimana wargalah yang menentukan baik buruknya anak-anak desa kedepan. Pendidikan dikelola bersama dalam sebuah lembaga pendidikan, dimana antara warga desa, pemerintah desa, orang tua murid, guru, anak didik, secara rutin dan terus-menerus mengevaluasi, merencana-kan dan mengawasi secara bersam-sama. Inilah yang disebut dengan pendidikan alternatif yang digagas warga, dikelola bersama, dibesarkan bersama dengan tujuan meningkatkan mar-tabat warga desa itu sendiri.
Sekolahan alternatif ini mendasar-kan proses pemintaranya pada analisis kehi-dupan nyata, adanya kesatuan mengajar dan belajar, mengajar disertai belajar, guru dan siswa adalah tim dan masyarakat desa menjalin persahabatan dengan lembaga sekolahan ini. Kesatuan inilah yang akan membongkar citra bahwa sekolah itu dingin tak berjiwa, birokratis, penyeragaman, asing bagi kaum miskin di pedesaan, dan mem-bosankan bagi guru dan siswa. Tidak ada dikotomi miskin kaya, guru killer (menakutkan), murid nakal, mata pelajaran momok dan sebagainya. Konsep utamanya adalah kegembiraan untuk semua. Alternatif ?
Kejengahan (kejengkelan) terhadap sitem pendidikan yang tidak berpihak pada kaum miskin terutama warga desa menjadi inspirasi Qaryah Thayyibah untuk segera menggagas pendidikan yang dapat menunjang visi gerakannya yaitu “Mewujudkan masyarakat tani yang tangguh yang mampu mengelola dan mengontrol segala sumber daya yang tersedia beserta seluruh potensinya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan serta kesetaraan laki-laki dan perempuan”.
Visi jauh kedepan inilah yang kemudian dirumuskan dalam rangka mewujudkan masyarakat tani yang tangguh. Konsep pendidikan alternatif inilah yang diharapkan kedepan menjadi tumpuan bagi anak-anak petani untuk mempercepat proses terciptanya “Desa yang Indah”. Dikatakan alternatif karena selama ini sistem pendidikan kita masih membelenggu, dingin, birokratis, dan tidak berpihak (terutama kaum miskin dan warga desa). Maka sebagai konsep tanding dari sistem tersebut Qaryah Thayyibah menawarkan prinsip pendidikan alternatif sebagai berikut: Prinsip utama, pendidikan dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis,dan tidak kreatif, sedangkan semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa yang lebih tahu mengajari yang belum paham, hal ini kemudian akan didapat seorang guru ketika mengajar sebenarnya dia sedang belajar, terkadang belajar apa yang tidak diketahuinya dari murid. Prinsip kedua, keberpihakan, adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana akses keluarga miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengeta-huan. Prinsip ketiga, metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembi-raan murid dan guru dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila ruang sekat antara guru-murid tidak dibatasi, keduanya adalah tim, berproses secara partisipatif, guru sekedar fasilitator dalam meramu kurikulum. Prinsip keempat, Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola sekolah, guru, siswa,wali murid, masyara-kat dan lingkungannya dalam merancang bangun sistem pendidikan yang sesuai kebutuhan, hal ini akan membuang jauh citra sekolah yang dingin dan tidak berjiwa yang selalu dirancang oleh intelektual kota yang tidak membumi (tidak memahami masyarakat). Prinsip-prinsip inilah yang kemudian diturunkan dalam sebuah konsep pendidikan alternatif, bagaimana guru, pengelola, siswa, sarana penunjang dan lingkungannya saling berinteraksi:
GURU
1. Sebagai syarat utama pendidikan alternatif guru dan pengelola harus memiliki idealisme dan komitmen tinggi untuk selalu berpihak pada kemiskinan dan lingkungan. 2. Guru memahami metodologi pendidikan, punya kerangka berfikir yang terbuka. 3. Menguasai materi yang akan diajarkan, namun tetap menempatkan siswa sebagai tim yang secara bersama-sama berproses dalam belajar, 4. Memahami analisis sosial, sehingga kebutuhan siswa dan masyarakat dilingkungan desanya terpenuhi 5. Memposisikan diri mengajar disertai belajar. Sehingga secara terus menerus memperbaiki kekurangan-kekurangan.
SISWA
1. Pemahaman bukan hafalan, mengetahui tidak sama dengan menelan pengetahuan mentah-mentah 2. Kontekstual, sesuai kebutuhan, pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar aktif, dialami sendiri dalam kesehariannya 3. Muncul semangat kebersamaan diantara siswa, bagi yang nakal secara demokratis antar siswa sendiri yang memberikan hukuman, bukan guru. Bagi yang berprestasi secara bersama-sama disepa-kati diberi penghargaan, siapa yang tahu mengajari yang belum tahu, saling mengevaluasi antar siswa. 4. Kecerdasan siswa tidak hanya diukur dari nilai (kecerdasan intelektual), tetapi sejauh mana tingkat emosionalnya dan kecerdasan religinya. 5. Siswa selalu gembira sehingga akan muncul inovasi dan kretifitas karena proses belajar tidak penuh tekanan.
Sarana Penunjang
Sarana penunjang pendidikan alternatif tidaklah mengharapkan gedung yang hebat, pagar tembok tinggi, seragam mewah, namun bagaimana seorang siswa befikir global bertindak lokal. Diantara sarana yang harus ada dan diprioritaskan adalah: 1. IT (Informasi dan Tehnologi), lebih spesifik adalah internet, seorang siswa akan menjelajahi pengetahuan tidak hanya sebatas buku paket, tapi ia akan lebih banyak memahami dan mencari pengetahuannya secara terbuka dan bebas. Internet difamami sebagai perpusta-kaan 2. Pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar, siswa secara langsung bersen-tuhan dengan pertanian, home industri, konservasi alam, air, warung desa, dsb 3. Tokoh penggerak desa, ini menjadi penting karena ialah yang menjadi fasilitator sekaligus mediator bagi lembaga sekolah, masyarakat, pemerin-tah lokal, dan orang-orang yang terkait dengan sekolah, dapat dibayangkan jika ia dapat mendorong sebuah desa muncul perdes (peaturan desa) tentang pendidikan (sebagian pajak desa diberikan untuk sekolah tersebut)
Institusi Sekolah
Institusi sekolah dikelola dengan prinsip alam dan lingkungan sebagai laboratorium raksasa, arena hidup yang nyata, plural, terus berkembang dan berubah, prinsip inilah yang menjadi pegangan agar lembaga sekolah selalu dinamis dan progresif dalam perjalananya, tidak mandeg tetapi terus menyesuaikan perkembangan masyarakat.*** Model:
Telah dicoba satu model Pendidikan Rakyat Alternatif berbasis digital yang dikelola dengan manajemen yang effektif dan effisien di Kalibening Salatiga yang telah memasuki tahun II (telah menyelesaikan program pembelajaran satu tahun pertama). Kendati menghadapi tantangan dan hambatan yang cukup berarti terutama tidak adanya dukungan dari pemerintah yang memadai, percobaan ini telah mampu mewujudkan harapan-harapan sebagaimana isi deklarasi Jomtiem (Education For All) dan lebih cepat merespons era digital eranya para millennials.
Best regards
ChemLoen
Sumber http://www.kbqt.org/